Total Tayangan Halaman

Minggu, 07 Agustus 2011

Ekonomi Dunia 2011

Ekonomi Internasional
Kini China Harapan Dunia
Orin Basuki | Bambang Sigap S | Minggu, 7 Agustus 2011 | 10:25 WIB


ALLCARNEWS.WORDSPRESS
Jakarta, Kompas.com
Namun, karena hal ini pertama kali terjadi, di sisi lain program pemulihan ekonomi tersandera oleh permainan politik di House of Representative dan Kongres, faktor psikologis terkait turunnya peringkat tersebut akan berdampak lebih besar.
<a href='http://ads3.kompasads.com/new/www/delivery/ck.php?n=a3126491&amp;cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE' target='_blank'><img src='http://ads3.kompasads.com/new/www/delivery/avw.php?zoneid=951&amp;cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE&amp;n=a3126491' border='0' alt='' /></a>

China menjadi satu-satunya harapan dunia untuk mendorong ke arah pemulihan ekonomi internasional. Dua kekuatan ekonomi utama dunia, Amerika Serikat dan Eropa justru terpuruk oleh tekanan krisis keuangan global yang terjadi akibat ulah mereka sendiri.

"Ini membuat China menjadi negara paling dominan sebagai power house (pusat kekuatan) ekonomi dunia. Harapan dunia tinggal ditumpukan pada China," ujar Ekonom Dradjad Hari Wibowo di Jakarta, Minggu (7/8/2011).

Menurut Dradjad, sebenarnya peringkat utang AS hanya turun sedikit. Jadi secara teknis dampaknya terhadap perekonomian AS tidak besar, misalkan dampaknya terhadap tingkat suku bunga pinjaman di pasar domestik AS seperti mortgage rate (kredit properti) atau bunga kartu kredit.

Namun, karena hal ini pertama kali terjadi, di sisi lain program pemulihan ekonomi tersandera oleh permainan politik di House of Representative dan Kongres, faktor psikologis terkait turunnya peringkat tersebut akan berdampak lebih besar.

Pelaku pasar global tidak percaya bahwa AS akan bisa mengatasi defisitnya dan perlahan-lahan menyelesaikan masalah utangnya.

"Dampak psikologis ini yang membuat penurunan peringkat tersebut akan lebih besar efeknya terhadap suku bunga domestik AS, inflasi, pertumbuhan sektoral, dan stabilitas fiskal. Kekhawatiran terhadap hal-hal tersebut telah menjatuhkan ekspektasi terhadap perekonomian global, apalagi belum ada terobosan berarti untuk atasi masalah utang Eropa," ujarnya.

Utang AS (1)
Utang AS Hampir Mustahil Terbayar
Simon Saragih | Marcus Suprihadi | Jumat, 5 Agustus 2011 | 10:35 WIB


KOMPAS/RIZA FATHONI
Ilustrasi utang AS
KOMPAS.com- Utang mencapai 14,3 triliun dollar AS, bagaimana membayarnya itu? Mungkin Presiden Barack Obama pun tak bisa menjawabnya.

Bayangkan, utang itu sudah setara dengan 100 persen dari produksi domestik bruto (PDB) AS selama setahun. PDB setara dengan pendapatan. Ini artinya, jika AS ingin melunasi utang itu dalam setahun, maka AS tidak makan dan tidak minum, alias mati suri saja selama setahun. Ini baru bisa bikin utang lunas.

Namun, opsi ini tidak mungkin terjadi. Lalu bisakah utang itu dibayar dari hasil pertumbuhan ekonomi? Ini pun tidak mungkin.

Bayangkan, pertumbuhan ekonomi AS itu maksimal hanya 1 persen setahun sekarang ini, bahkan dalam setahun terakhir diperkirakan hanya tumbuh 0,4 persen.

Ambil saja contoh, pertumbuhan ekonomi AS setahun satu persen. Ini artinya, ada pertumbuhan pendapatan sebesar 143 miliar dollar AS. Jika hanya sebesar ini pertumbuhan pendapatan AS, dan andaikan dipakai membayar utang setiap tahun, maka diperlukan 100 tahun agar utang AS terbayar. Ini dengan asumsi utang AS tidak bertambah tetapi tetap 14,3 triliun dollar AS. Ini pun tidak mungkin terjadi.

Bayangkan, televisi CNN memperkirakan utang AS segera melejit ke level 20 triliun karena AS memerlukan lagi banyak biaya untuk bayar bunga utang, membayari jaminan sosial warga lansia, dan lain-lain. Harusnya, utang bisa dipayari dari pajak. Namun ini amat ditentang oleh Partai Republik yang anti pajak.

"Sikap menentang kenaikan pajak," yang membuat Republik meraih suara dalam pemilu pertengahan tahun lalu," kata konsultan Partai Republik, Jim Dyke.

Utang AS (2)
Buah dari Kemalasan Warga AS
Simon Saragih | Marcus Suprihadi | Jumat, 5 Agustus 2011 | 11:17 WIB


AFP
Presiden AS Barack Obama
KOMPAS.com- Utang AS menumpuk. Dasar utamanya sebenarnya adalah kemalasan warga AS. Akar lain adalah, bisa dibilang visi jelek warga AS.

Dibilang malas, karena warga AS minimal harus dapat 4 dollar AS per jam untuk setiap pekerjaan. Bayangkan jika warga AS bekerja 10 jam, sudah dapat 40 dollar AS, atau setara dengan Rp 350.000 per hari dengan asumsi jam kerja 10 jam per hari.

Jika warga AS bekerja selama tiga hari dengan 10 jam kerja, maka selama tiga hari warga AS sudah bergaji Rp 1.050.000. Ini sudah setara dengan gaji sebulan bagi pekerja buruh di Indonesia yang mengandalkan UMR. Bayangkan, betapa mahalnya biaya tenaga kerja di AS itu.

Lagi, warga AS susah sebenarnya bekerja lebih dari 10 jam per hari. Tambahan pula, warga AS memilih partai politik yang gencar menolak kenaikan pajak, seperti Partai Republik. Inilah salah satu faktor yang membuat Partai Republik menjadi mayoritas di DPR AS, dan menjadi penentu kebijakan keuangan negara AS.

Dengan utang yang besar, ekonom AS termasuk peraih Hadiah Nobel Paul Krugman, menyarankan agar pajak dinaikkan supaya AS tidak melulu tergantung pada utang. Ini tak terjadi. Bahkan pada Desember 2010 lalu, Presiden AS Barack Obama menyerah pada tuntutan Partai Republik, agar fasilitas pembebasan pajak yang diwariskan George W Bush, diperpanjang hingga tahun 2012.

Obama takut kalah dalam pemilu 2012, maka dia menurut saja setidaknya hingga 2012. Inilah faktor lain, yang turut membuat AS sulit menurunkan utang, bahkan baru saja bertambah sebesar 2,1 triliun dollar AS, dari 14,3 triliun dollar AS yang ada sebelumnya.

Krisis Ekonomi
Episentrum Krisis Ada di Eropa
Orin Basuki | Agus Mulyadi | Jumat, 5 Agustus 2011 | 21:08 WIB

KOMPAS/HERU SRI KUMURO
Ilustrasi pasar saham
JAKARTA, KOMPAS.com — Pusat guncangan atau episentrum krisis ekonomi yang menyebabkan indeks harga saham di hampir semua bursa kali ini terpuruk tidak berasal dari Amerika Serikat, tetapi juga dari Eropa. Orang sebaiknya tidak salah memperhitungkan hal tersebut karena pasar modal Eropa justru menunjukkan kecenderungan semakin terpuruk.

"Sekarang episentrumnya bukan di Amerika Serikat, melainkan di Eropa. Ini banyak yang tidak menyadari bahwa pasar modal Eropa banyak yang terkoreksi sejak hari Senin (1 Agustus 2011) hampir 3-4 persen. Itu terutama karena isu krisis utang di Italia dan Spanyol yang mengemuka," ujar ekonom Danareksa Research Institute, Purbaya Yudhi Sadewa, di Jakarta, Jumat (5/8/2011).

Menurut Purbaya, krisis di Eropa baru terefleksi di Amerika Serikat (AS) pada 3 Agustus 2011 ketika indeks sempat terpuruk 500 basis poin. Kebetulan fokus media massa di Indonesia terarah ke perdebatan utang tambahan di Kongres AS sehingga perkembangan di Eropa terabaikan.

"Padahal, sebetulnya fundamental ekonomi AS jauh lebih bagus dibandingkan Eropa. Terutama belum ada tanda-tanda perlambatan ekonomi sampai sekarang di AS. Sementara di Eropa, indikator leading ekonominya (indikator yang dapat memprediksi kondisi ekonomi hingga enam bulan ke depan) mulai jatuh," katanya.

Jika kondisi itu terus berlanjut, pada Oktober 2011 Eropa diperkirakan mulai melambat pertumbuhannya. Itu membuat ancaman krisis dari Eropa lebih besar ketimbang AS.

"Oleh karena itu, perhatikan ekspor Indonesia ke Eropa. Itu memungkinkan adanya kontraksi pertumbuhan ekonomi ke level rendah. Sebagai contoh, pertumbuhan ekonomi tahun 2009 sempat menyentuh level terendah, yakni 4,6 persen. Jadi itu saya anggap skenario terburuknya," ungkap Purbaya.

Tidak ada komentar: