Total Tayangan Halaman

Jumat, 05 Agustus 2011

Darsem, potret seorang Manusia sesungguhnya (baca: Materialistis)

Darsem, seorang TKW dari Arab yang akan dihukum pancung dan diselamatkan pemerintah Indonesia melalui uang diyat (tebusan) 4,7 Milyar. TV One yang berniat untuk membantu mengurangi beban uang diyat membuat program "Koin untuk Darsem" yang meniru koin untuk Prita. Ini karena TKW sebelumnya, Ruyati, tewas dihukum pancung di Arab, lalu sukses lah program ini karena masyarakat Indonesia bersimpati pada Darsem. Lalu terkumpullah uang sebanyak 1,25 M yang lalu diserahkan TV One di acara Jakarta Lawyers Club. Pada acara itu, Een, anak Ruyati, juga diundang, dan Darsem yang menjadi orang kaya baru itu pun berjanji untuk memberikan sebagian dari uang itu untuk Een. Waktu pun berlalu, Darsem yang menjadi kaya mendadak membeli banyak perhiasan emas dan dipasang di tubuhnya, sehingga dijuluki "Toko Emas Berjalan" dan tetangga-tetangganya pun menjulukinya sombong dan angkuh (ni tetangganya iri kali ga dibagi ma Darsem juga haha..), uang yang dijanjikan Darsem untuk Een pun ditepati, Een diundang ke rumah Darsem dan diberi uang 20 juta oleh Darsem, dan tunailah sudah janji Darsem (lihat videonya). Setelah itu wajah Een tampak kecewa (mungkin karena hanya diberi 20 juta saja) dan menganggap Darsem tidak tahu diri (karena uang itu berkat dipancungnya Ruyati, ibu dari Een). Saat ditanya apa yang akan dilakukan Een apabila uang itu untuknya, Een menjawab akan disumbangkan untuk amal (tapi itu "kalau", tidak ada bukti karena uang itu bukan untuk Een). Setelah itu muncul cemoohan-cemoohan di masyarakat untuk Darsem karena hanya memberikan 20 juta untuk Een dan hanya menyumbang 500 ribu untuk musala dan untuk 20 anak yatim. Apakah uang 20 juta yang diberikan Darsem untuk Een, dan sumbangan 500 ribu untuk musala dan 20 anak yatim kurang? dan apakah uang yang dipakainya untuk membeli perhiasan emas untuk dipakai di tubuhnya tidak boleh dipakai Darsem untuk foya-foya? Ya tidak, itu kan hak Darsem untuk menggunakan uangnya, orang yang menyumbang untuk Darsem ya pastilah sudah iklas untuk memberi. Kalau sudah memberi dan lalu menyuruh Darsem untuk menggunakan uangnya untuk keinginan yang memberi (misalnya Darsem disuruh untuk menyumbangkan uangnya saja) ya lebih baik tidak usah memberi. Ya mungkin ada sedikit masalah disini, karena sewaktu TV One membuat program "Koin untuk Darsem tersebut", uang tersebut seharusnya digunakan untuk membantu uang diyat Darsem, bukan diberikan untuk Darsem, namun karena ternyata pemerintah yang membayar semua uang diyat Darsem tersebut maka uang "Koin untuk Darsem" tersebut diberikan kepada Darsem. Mungkin diantara para penyumbang ada yang jadi marah karena uangnya malah digunakan untuk berfoya-foya yang bersangkutan, bukan digunakan untuk sosial, dalam hal ini untuk menyelamatkan satu nyawa Darsem yang diancam hukuman mati. Ya memang inilah potret manusia sesungguhnya yang materialistis, manusia yang berubah sifatnya ketika ada di atas dibanding ketika ada di bawah (maksudnya ketika sedang dapat keberuntungan dan ketika sedang ditimpa kemalangan), manusia yang merasa iri dengan rejeki orang lain (pasti diantara pembaca ada yang merasa iri). Itu sudah sifat umum dari manusia. Maka manusiawi jika Darsem dan Een juga masyarakat Indonesia bersikap seperti itu diatas.

Sabtu, 06/08/2011 10:30 WIB
Belajar dari Darsem, Pemberian Sumbangan Sosial Harus Lebih Cermat
Elvan Dany Sutrisno - detikNews

Belajar dari Darsem, Pemberian Sumbangan Sosial Harus Lebih Cermat

Jakarta - Komisi IX DPR mendesak pengelola sumbangan sosial untuk hati-hati. Penyaluran sumbangan sosial harus konkret dan tidak hanya diserahkan dalam bentuk uang karena dapat memicu kecemburuan sosial.

"Saya kira untuk ke depan kepada pihak penyelenggara kegiatan seperti ini harus tahu betul kondisi psikologis orang yang ingin dibantu. Harus betul-betul hati-hati mengarahkan sumbangan sosial seperti yang diberikan ke Darsem ini. Karena mereka mendapatkan dana yang begitu besar dan bisa membuat siapa saja lupa diri dan ditolak masyarakat, ini malah menimbulkan masalah sosial," ujar Wakil Ketua Komisi IX DPR, Irgan Chaerul Mahfiz.

Hal ini disampaikan Irgan dalam perbincangan dengan detikcom, Sabtu (6/8/2011).

Kegiatan sumbangan sosial yang tidak tepat sasaran dipandang Irgan justru kontraproduktif. Ia menyarankan sumbangan sosial disalurkan secara cermat dalam bentuk benda atau hal yang konkret dapat diterima orang yang tepat tanpa menimbulkan kecemburuan sosial.

"Pemberian sumbangan sosial harus terukur. Misalnya dibelikan rumah, diberikan warung, atau beasiswa anaknya yang konkret. Jangan semuanya diberikan dalam jumlah uang tunai," sarannya.

Hal tersebut perlu diperhatikan sebelum sumbangan sosial digalang. Kalau tidak maka sumbangan dari seluruh rakyat Indonesia seperti yang diberikan kepada Darsem sama halnya hadiah untuk Darsem.

"Kalau seperti ini kaya sinterklas yang bagi-bagi hadiah, akhirnya uangnya malah kemana-mana, bisa digerogoti banyak orang," jelasnya.

Darsem 'hanya' membagi Rp 20 juta dari Rp 1,2 miliar yang diterimanya dari pemirsa TVOne untuk keluarga Ruyati. Padahal sebelumnya, Darsem berjanji akan membagi sebagian uang bantuan tersebut dengan Een, anak Ruyati. Sementara Darsem kini hidup bergelimang harta, bak toko emas berjalan, sangat memprihatinkan!

(van/ndr)

Sabtu, 06/08/2011 10:08 WIB
Komisi IX: Ruyati Lebih Pantas Disumbang Ketimbang Darsem
Elvan Dany Sutrisno - detikNews

Jakarta - Komisi IX DPR merasa prihatin melihat sikap Darsem yang lupa diri setelah diberi sumbangan Rp 1,2 miliar. Wakil Ketua Komisi IX DPR Irgan Chaerul menilai seharusnya keluarga Ruyati, TKI yang dipancung di Arab Saudi, lebih pantas mendapat sumbangan tersebut.

"Saya berpikir keluarga Ruyati yang lebih pantas mendapatkan sumbangan lebih besar. Ruyati yang menjadi korban pancung kok dibantu sedikit, Darsem saja cuma memberikan Rp 20 juta. Padahal Darsem sudah dibayarkan uang Diyat Rp 4,7 miliar dan dapat lagi Rp 1,2 miliar," keluh Irgan.

Hal ini disampaikan Irgan kepada detikcom, Sabtu (6/8/2011)

Akibat sumbangan yang tidak dikelola dengan baik ini, akibatnya timbul kecemburuan sosial. Hal ini sangat memprihatinkan dan layak untuk dijadikan pengalaman pengelola sumbangan serupa ke depan.

"Karena dia mendapat sumbangan yang begitu besar, Darsem menjadi lupa diri. Ini justru kontraproduktif, hendaknya pihak penyelenggara kegiatan harus hati-hati," imbaunya.

Ia juga berharap Kementeroan Sosial juga ikut memikirkan langkah ini. Bagaimana menyalurkan sumbangan sosial secara bena, hingga tidak menimbulkan kecemburuan sosial.

"Kemensos juga harus memperhatikan ini kan menimbulkan kecemburuan sosial juga. Orang seperti Darsem ini mohon maaf belum amanah menerima uang sebesar itu. Yang bersangkutan juga bisa terganggu kemanannya," tandasnya.

Darsem 'hanya' membagi Rp 20 juta dari Rp 1,2 miliar yang diterimanya dari pemirsa TVOne untuk keluarga Ruyati. Padahal sebelumnya, Darsem berjanji akan membagi sebagian uang bantuan tersebut dengan Een, anak Ruyati. Sementara Darsem kini hidup bergelimang harta, bak toko emas berjalan, sangat memprihatinkan!

(van/ndr)

Sabtu, 06/08/2011 13:02 WIB
Wakil Ketua DPR Kritik Pemberian Uang Tunai untuk Darsem video
Elvan Dany Sutrisno - detikNews

Jakarta - Pimpinan DPR mengkritisi pengelola pemberian sumbangan sosial dalam kasus Darsem. Menurut pimpinan DPR, harusnya sumbangan sosial jangan hanya diberikan dalam bentuk uang tunai.

"Alangkah baiknya jika tidak hanya diberikan dalam bentuk uang. Ya mungkin hal yang bermanfaat misalnya diberikan tempat usaha untuk dia atau berkaitan dengan pendidikan anak-anaknya," saran Wakil Ketua DPR Pramono Anung.

Hal ini disampaikan Pramono menanggapi perubahan pola hidup Darsem setelah mendapat sumbangan uang Rp 1,2 miliar secara tunai. Hal ini disampaikan Pramono kepada detikcom, Sabtu (6/8/2011).

Pandangan senada disampaikan Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso. Menurutnya Darsem yang sudah terlanjur menerima uang dalam jumlah banyak secara tunai perlu dibimbing tokoh masyarakat. Supaya Darsem yang sudah kaya mendadak tidak menimbulkan kecemburuan sosial bagi rakyat dan TKI yang kurang mampu lainnya.

"Harus ada tokoh masyarakat yang mengingatkan Darsem supaya tidak berubah. Masyarakat tentu akan kecewa kalau tujuan mereka mengasihi justru ditunjukkan dengan hal-hal yang tidak sepatutnya seperti toko emas berjalan begitu," saran Priyo.

Ia mengaku kaget mendengar fakta bahwa Darsem telah hidup bergelimang harta sumbangan. Ia pun mengimbau Darsem untuk berempati kepada TKI atau masyarakat Indonesia lain yang masih kesulitan.

"Saya kaget melihat kenyataan ini, kelihatannya simpati yang kemarin ada ternyata diperuntukkan pada hal-hal yang keliru. Ini untuk masukan yang berharga dan saya menyarankan betul kepada keluarga Darsem untuk jangan keterkejutan menerima uang dalam jumlah banyak dan mestinya harus ada empati terhadap keluarga Ruyati yang kita semua tidak sempat menolong," imbau Priyo.

Ia juga secara khusus meminta Darsem membagi kebahagiaan dengan keluarga Ruyati yang telah dipancung di Arab Saudi. "Harusnya Darsem menunjukkan rasa simpatinya, karena dia menuai simpati publik karena Ruyati dipancung. Itu hal yang mengagetkan. Ini perlu dijadikan pembelajaran termasuk kita dan masyarakat dalam memberikan sumbangan sosial harus ada aspek yang tepat,"tutupnya.

(van/ndr)

Sabtu, 06/08/2011 09:38 WIB
Musni Umar: Darsem Butuh Didampingi dan Diarahkan Agar Tak Konsumtif
Nograhany Widhi K - detikNews

Musni Umar: Darsem Butuh Didampingi dan Diarahkan Agar Tak KonsumtifJakarta - Darsem binti Dawud Tawar yang lolos dari hukuman pancung di Arab Saudi menerima uang sumbangan Rp 1,2 miliar dari masyarakat. Seharusnya, Darsem tak dilepas menerima uang tunai sebanyak itu. Darsem butuh didampingi dan diarahkan agar tak konsumtif, dan malah berguna buat masyarakat sekitar atau tenaga kerja Indonesia (TKI) yang senasib.

"Kita bisa memberikan penyadaran pada Darsem agar tidak disalahgunakan. Masyarakat bisa berpikir kalau begitu nggak ada gunanya saya menyumbang untuk tenaga kerja. Tiap ada kasus begitu kan masyarakat turun tangan, seharusnya kemudian diarahkan pada kegiatan atau usaha sosial atau membuat yayasan untuk kemajuan mereka (TKI)," jelas sosiolog Universitas Indonesia (UI) Musni Umar.

Berikut wawancara detikcom dengan Musni Umar, Jumat (5/8/2011) malam.

Darsem yang diberikan sumbangan masyarakat Rp 1,2 miliar melalui TVOne bagaimana? Apakah sebenarnya sudah tepat bila TKI diberikan uang tunai yang demikian besar?

Ini memang menarik, itu bentuk masyarakat kita sangat peduli pada orang yang dapat perlakuan kurang adil di luar negeri. Barangkali kita apresiasi pada masyarakat yang sangat peduli pada TKI di luar negeri terutama yang mendapat perlakuan tidak adil.

Kita ingatkan yang mendapatkan perlakuan seperti ini bukan hanya Darsem, banyak lagi yang lain supaya tidak terasa ada ketidakadilan para TKI.

Sebaiknya bantuan semacam ini dihimpun pada satu lembaga entah BNP2TKI, atau lembaga apapun yang bisa menghimpun bantuan hingga siapapun yang mendapat perlakuan tidak adil bisa diberikan bantuan yang serupa sehingga ada rasa keadilan. Kalau tidak maka akan ada kecemburuan.

Tidak baik hanya Darsem yang mendapat kepedulian masyarakat, harusnya ada semacam satu lembaga, yayasan, organisasi penggerak yang memberi perhatian pada TKI, dan uang yang dikumpulkan disalurkan pada setiap masalah-masalah seperti ini (TKI), karena TKI itu tidak akan berhenti bekerja bila kita belum punya pilihan di dalam negeri atau lapangan pekerjaan yang cukup bagi mereka.

Apakah bantuan uang ini mendidik?

Memang ini bisa membuat Darsem seperti orang kaya baru, OKB. Kita ingin mendorong, mengimbau, supaya dana itu tidak dihabiskan pada hal-hal yang sifatnya konsumtif, bisa membuat usaha-usaha apa, dipandu pemerintah atau NGO yang ada di kampungnya, melihat usaha apa yang bisa dikembangkan, merekrut orang-orang seperti dia itu tadi agar bisa bekerja di situ.

Bisa juga begini, kalau tidak, ini sebagian dana ini dibuatkan yayasan. Yayasan itu sendiri memberi pembelajaran, penyadaran pada perempuan Indonesia, di kampung-kampungnya untuk tidak ke luar negeri kalau tidak punya keterampilan yang cukup bahasa inggris, arab atau di Timur Tengah, ada budaya yang berbeda. Yayasan yang memberikan penyadaran atau pembelajaran, memberikan perhatian pada orang-orang agar jangan tertipu gara-gara diberi angin surga bekerja di luar negeri, membawa macam-macam sehinga banyak yang tertarik namun kenyataannya banyak yang mengeliminasi buruh.

Sehingga mudah-mudahan yang dia peroleh dari masyarakat bisa berkembang dan bertambah sebagai modal, jangan dihabiskan. Bisa untuk kegiatan-kegiatan sosial atau yang bersifat bisnis tapi itu lebih kena untuk menyadarkan masyarakat, para wanita untuk tidak terbuai janji-janji ke luar negeri.

Bagaimana sebaiknya menghadapi perilaku Darsem yang berubah karena mendapatkan uang yang begitu banyak dengan tiba-tiba ini?

Harus ada yang menyadarkan, tokoh masyarakat, keluarganya, tidak boleh berubah itu. Mungkin ada berkah Ramadan, mendapatkan simpati orang, kalau berubah semuanya itu bisa berbalik, kutukan akan datang. Bisa dikatakan kalau di masa depan dia tidak hati-hati berbuat, dia bisa berubah menjadi sombong dan lain sebagainya. Tidak boleh dia dibiarkan jalan sendiri.

Apa fenomena ini membuat masyarakat kapok memberikan sumbangan?

Tidak, kan kita memberikan penyadaran pada Darsem, jangan disalahgunakan. Masyarakat bisa berpikir kalau begitu nggak ada gunanya saya menyumbang untuk tenaga kerja. Tiap ada kasus begitu kan masyarakat turun tangan, seharusnya kemudian diarahkan pada kegiatan atau usaha sosial atau membuat yayasan untuk kemajuan mereka (TKI).

Jadi sangat tergantung bagaimana perilaku Darsem bisa diperbaiki, dia akan sadar, kalau tidak TKI yang rugi, masyarakat bisa kapok nanti tidak mau membantu.


(nwk/anw)

Tidak ada komentar: