Total Tayangan Halaman

Kamis, 14 Juli 2011

Kendala-kendala Kendaraan Listrik: Mobil Listrik, Sepeda Listrik, Sepeda Motor Listrik, apakah benar-benar hijau?

Di jaman sekarang yang isu Global Warming begitu mengemuka sehingga langkah-langkah ramah lingkungan diambil, contohnya: kantong kresek toko-toko di mal menjadi kantong kresek dengan plastik yang bisa hancur hanya dalam 2 tahun, melawan 1000 tahun plastik biasa (meskipun saya tidak pernah membuktikannya), penanaman sejuta pohon yang dicanangkan pemerintah SBY, penggunaan sepeda untuk bekerja (Bike to work), dan di dunia otomotif, dikembangkan mobil listrik, sepeda listrik dan sepeda motor listrik. Pertanyaannya, apakah kendaraan-kendaraan listrik benar-benar hijau? Kendaraan-kendaraan listrik menjadi benar-benar hijau apabila sumber energi listriknya dari sumber energi yang terbarukan, bukan dengan listrik dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil, itu sih sama saja dengan mengalihkan pembakaran bahan bakar bensin/solar dari mesin pembakaran internal kendaraan biasa ke pembangkit listrik dengan bahan bakar bensin/solar. Lain halnya jika listrik yang dipakai dari pembangkit listrik tenaga surya (sekarang sudah ada panel surya yang dapat menyimpan listrik), dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA), dari pembangkit listrik tenaga nuklir, atau yang paling mantap adalah dari mobil itu sendiri. Bagaimana caranya dari kendaraan-kendaraan itu sendiri? Kendaraan dalam hal bergerak menggunakan energi untuk memutar mesin dan ban dan untuk mengerem laju kendaraan. Dalam hal ini, bisa digunakan energi dari putaran mesin, ban dan energi yang terbuang dari rem tersebut untuk disimpan kembali melalui suatu alat yang dapat mengubah energi kinetik menjadi energi listrik yang dapat digunakan kembali untuk menjalankan mobil tersebut. Jalan lain adalah dengan panel surya kecil yang dipasangkan di atas mobil atau sepeda motor sehingga kendaraan itu menjadi punya sumber energi mandiri untuk dirinya sendiri. Memang masih banyak kendala untuk memasarkan kendaraan listrik, salah satunya adalah masih mahal harganya, dan tidak ada inisiatif dari pemerintah untuk memberi insentif untuk kendaraan listrik seperti yang dilakukan di negara-negara maju. Kendaraan listrik malah dibebani pajak yang luar biasa mahal karena dianggap teknologi baru sehingga harus diberi pajak yang mahal. Itu tidak relevan karena dengan adanya kendaraan listrik, ekonomi dapat ditekan pengeluarannya dan pelepasan CO2 ke udara dari pembakaran bensin/solar mesin mobil/sepeda motor dapat ditekan (tapi dengan catatan seperti yang saya uraikan diatas: harus tidak menggunakan listrik dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil). Karena itu solusi untuk kendala-kendala kendaraan listrik diatas adalah: beri insentif untuk kendaraan listrik supaya harganya murah, beri insentif untuk panel tenaga surya sehingga harganya murah, perbanyak pembangkit listrik tenaga air, angin atau apapun yang sumber energi terbarukan. Insentif kan mahal, apakah pemerintah harus mengeluarkan dana lagi untuk insentif-insentif tersebut? Insentif bisa didapat dari berkurangnya pemakaian subsidi bensin premium yang selama ini berpuluh-puluh trilyun tersebut. Hapuskan subsidi bensin sehingga bensin mahal dan dengan demikian kendaraan listrik dan panel-panel tenaga surya (yang sudah didiskon insentif pemerintah tentunya sehingga murah) akan laku keras. Daripada dipakai untuk subsidi bensin, lebih baik dipakai untuk investasi di mobil listrik dan panel-panel tenaga surya sehingga lingkungan Indonesia, terutama kota besar Indonesia, menjadi lebih baik, kesehatan pun menjadi lebih baik dan demikian imbal hasil yang didapat pemerintah lebih banyak (masyarakat sehat, lingkungan sehat, ekonomi pun perlahan-lahan dapat menekan biaya dari penghematan impor minyak dari negara-negara penghasil minyak). Hal tersebut dapat dilakukan tentunya apabila pemerintah mau melakukannya, dan tidak ada pengaruh dari negara-negara penghasil minyak dan pengekspor BBM untuk menghalangi usaha perbanyakan kendaraan listrik ini.

Tidak ada komentar: